Metro24,Kuantan Singingi,- Polemik terkait diduga penjualan aset negara berupa buah kelapa sawit oleh oknum internal PT Agrinas Palma Nusantara (APN) di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau kian Mencuat, sebagai Forum Alumni Badan Eksekutif Mahasiswa (FABEM) Riau, Heri Guspendri, angkat bicara dan mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk tidak tutup mata terhadap potensi skandal penyalahgunaan kewenangan ini, Sabtu (02-08-2025).
Berbagai alasan yang di sampaikan oleh pihak PT Agrinas Palma Nusantara dalam sebuah pemberitaan untuk melakukan pembelaan, terlihat jelas aset negara hancur akibat aktivitas Penambangan Emas Tampa Izin (PETI), bahkan salah satu Oknum PT APN diduga sudah mengaku buah sebagai aset negara di jual keperusahan lain, BUMN harus mengetahui hal ini.
Heri Guspendri Ketua Forum Alumni Badan Eksekutif Mahasiswa (FABEM) Riau menyampaikan melalui Publik, diduga Aset Negara di Hancurkan oleh Aktivitas PETI, bahkan aktivitas PETI ini sudah cukup lama beroperasi, ini pertanda BUMN kurang melakukan Fungsi pengawasan terhada PT APN, PT APN harus bertanggung jawab atas kerugian aset negara, kerena PT APN sudah menguasai Aset Negara yang ditunjuk oleh BUMN sebagai pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit,” Ucap Tegas Heri Guspendri.
“BUMN mesti memberikan sangsi tegas dan melakukan Evaluasi terhadap PT APN, diduga karena telah menyalahgunakan kewenangan untuk menguasai aset negara, diduga ini terkesan hanya untuk mengambil keuntungan secara individu dari aset negara,” Katanya Heri Guspendri.
Heri mengungkapkan kekhawatirannya atas informasi yang berkembang di tengah masyarakat, yang menyebutkan bahwa hasil perkebunan sawit dari aset negara eks PT Duta Palma kini berada dalam pengelolaan PT Agrinas justru diduga dijual kepada pihak ketiga secara ilegal. Dugaan tersebut menguat setelah beredarnya video pengakuan salah satu oknum internal perusahaan berinisial Eci., yang secara terang-terangan menyatakan bahwa penjualan buah sawit dilakukan di luar mekanisme resmi perusahaan.
Aset negara bukanlah milik pribadi. Jika benar telah terjadi penjualan di luar prosedur dan tanpa pertanggungjawaban yang sah, maka ini merupakan bentuk pelanggaran serius. Negara telah memberikan mandat kepada PT Agrinas untuk mengelola, bukan memperdagangkan secara liar demi kepentingan kelompok tertentu,” tegas Heri.
Menurut Heri, pengelolaan aset negara yang tidak transparan dan cenderung ditutup-tutupi berpotensi menyebabkan kerugian besar bagi keuangan negara. Ia menilai tindakan tersebut juga mencederai semangat reformasi birokrasi, serta menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap institusi pengelola aset negara seperti PT Agrinas.
“Jika fakta di lapangan sesuai dengan apa yang kami dengar dan saksikan dari pengakuan video itu, maka ini bukan lagi soal etika, tapi sudah masuk dalam ranah pidana. Harus ada penegakan hukum yang tegas dan menyeluruh,” lanjutnya.
FABEM Riau secara khusus mendesak Kejaksaan Tinggi Riau dan Polda Riau untuk segera melakukan penyelidikan mendalam terhadap dugaan ini. Heri menegaskan bahwa aparat penegak hukum tidak boleh hanya menjadi “penonton terbaik” di tengah gelombang kekecewaan publik dan riuhnya pembicaraan di media sosial.
“Kasus ini telah viral dan menjadi perhatian luas masyarakat, terutama di Kuansing. Jangan sampai aparat hukum hanya berdiam diri dan membiarkan praktik-praktik menyimpang seperti ini terus berlangsung. Bila tidak ada tindakan tegas dalam waktu dekat, kami tidak akan tinggal diam. Kami siap menggalang dukungan dari masyarakat sipil untuk melakukan aksi hukum lebih lanjut,” ujar Heri dengan nada serius.
Dirinya juga mengingatkan pentingnya pengawasan melekat dari pemerintah pusat terhadap kinerja PT Agrinas yang diberi tanggung jawab strategis dalam mengelola aset-aset perkebunan eks perusahaan yang telah bermasalah secara hukum. Ia berharap Menteri BUMN dan lembaga-lembaga pengawas negara turut mencermati indikasi pelanggaran yang mencuat ini.
Sejauh ini, belum ada klarifikasi resmi dari pihak PT Agrinas terkait tuduhan tersebut. Namun tekanan dari publik dan berbagai elemen masyarakat terus menguat, mendorong pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola perusahaan negara.
Kasus ini menjadi ujian nyata bagi keberanian dan independensi aparat penegak hukum dalam menindak penyimpangan, sekaligus membuktikan apakah hukum masih berdiri di atas kepentingan rakyat dan negara, atau justru tunduk pada kekuatan modal dan jaringan kekuasaan.(Sugianto)