Metro24,Jakarta-Pejalan kaki merupakan salah satu pengguna jalan yang paling rentan terhadap kecelakaan lalu lintas,
terutama di wilayah perkotaan. Keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki masih jauh harapan masyarakat,
pun jauh dari dari prioritas dalam perencanaan dan pengelolaan infrastruktur transportasi di Indonesia.
Data kecelakaan lalu lintas yang dirilis oleh Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Korlantas Polri) menunjukkan bahwa insiden yang melibatkan pejalan kaki pada tahun 2023 mencapai
17.183 orang, yang seringkali mengakibatkan luka berat dan kematian. Pejalan kaki seringkali disalahkan
atas perilaku menyeberang jalan sembarangan, alasan ini menempati urutan pertama dalam penyebab
perilaku kecelakaan lalu lintas, yaitu sebesar 55,11%. Namun, terdapat kesenjangan yang jelas dalam
penyediaan fasilitas pejalan kaki yang aman dan mudah diakses seperti trotoar yang memadai,
penyeberangan pejalan kaki yang aman, atau rambu dan sinyal yang mempertimbangkan kelompok rentan
seperti anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas.
Ironisnya, ketika kecelakaan terjadi karena kondisi fasilitas yang buruk seperti trotoar yang rusak, selokan
terbuka, atau kurangnya penerangan jalan; tidak ada kejelasan mengenai siapa yang harus bertanggung
jawab secara hukum dan administratif. Akuntabilitas atas keselamatan pejalan kaki dalam konteks
infrastruktur jalan masih menjadi area abu-abu. Pilar Kedua Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (RUNK LLAJ) 2022, yang bertujuan untuk memastikan jalan yang aman,
seharusnya menjadi arah kebijakan untuk mengatasi masalah ini. Namun, dokumen tersebut belum
menetapkan target yang jelas bagi pejalan kaki, terutama kelompok rentan, maupun indikator untuk
mengukur keberhasilan perlindungan mereka. Di tengah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah, muncul
kekhawatiran bahwa pengembangan dan pemeliharaan fasilitas pejalan kaki yang aman akan semakin
terabaikan.
Amalia S Bendang, Program Officer Koalisi Pejalan Kaki menyampaikan hasil kajiannya, “Dengan
baseline data 2010 dan trend angka kecelakaan lalu lintas dengan deadly accident/fatalistic periode
2017-2024, menunjukkan bahwa target penurunan Fatalistic Index 30% sulit dicapai pada 2025 maupun
2030”. Sehingga alih-alih mampu menurunkan indeks fatalitas kecelakaan jalan raya, justru trend indeks
fatalistic ini meningkat dengan R2 = 0,7492. “Artinya ada kecenderungan kuat terjadinya peningkatan
kecelakaan jalan raya termasuk dengan fatalistic”, demikian penegasan Amalia.
Trend Kecelakaan Jalan Raya dengan Fatalistik
2017 – 2024
Menanggapi kondisi ini, KOPEKA (Koalisi Pejalan Kaki) dan Global Youth Coalition for Road Safety
(Koalisi Pemuda Global untuk Keselamatan Jalan) menginisiasi diskusi ini untuk membuka dialog lintas
sektoral tentang keselamatan pejalan kaki, akuntabilitas infrastruktur, dan urgensi regulasi serta desain
jalan yang inklusif bagi semua kelompok. Alfred Sitorus, Ketua Koalisi Pejalan Kaki (KOPEKA)
menjelaskan, “Diskusi public digelar bertujuan untuk memutus sirkular tak berujung di mana Pejalan Kaki
Disalahkan, Infrastruktur Dibiarkan”. Dengan diskusi public ini diharapkan mampu: (1) menguraikan isu
akuntabilitas dalam kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki akibat infrastruktur jalan; (2) menganalisis
Secretariat
Skyline Building 16th Floor, Jalan MH Thamrin No 9 Jakarta Indonesia
efektivitas penerapan Pilar 2 RUNK LLAJ dan dampak efisiensi anggaran terhadap pencapaian target
keselamatan jalan; (3) memperjelas target pemerintah terkait keselamatan pengguna jalan, terutama pejalan
kaki; (4) memberikan masukan bagi para pemangku kepentingan dengan mendengarkan berbagai
perspektif pengguna jalan demi penurunan indeks kecelakaan dan fatalistic jalan raya terutama terkait
pejalan kaki.
Kombes Pol. Ruben Verry Takaendengan, S.I.K dari KORLANTAS POLRI menyatakan, “Setiap jam ada
3 orang meninggal dunia karena kecelakaan jalan raya. Ada beberapa faktor yang memicu terjadinya
kecelakan jalan raya, terutama attitude para pengguna jalan yang tidak disiplin, selain factor-faktor lain
seperti standard kendaraan, ketersediaan infrastruktur maupun kondisi cuaca”.
Artha Camellia dari UNICEF menyatakan, “Tidak bisa dipungkiri bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan
penyebab utama terjadinya kematian dan disabilitas terutama anak-anak. Maka penting untuk mendesain
infrastruktur jalan sesuai dengan kebutuhan setiap pengguna. Infrastruktur yang mampu memberikan
manfaat dengan jaminan keselamatan bagi para pengguna jalan, terutama pejalan kaki”.
Agung Mahesa Himawan Dorodjatoen dari Bappenas menyatakan, “Perencanaan dan penyediaan
infrastruktur yang aman, nyaman dan terintegrasi merujuk pada pilar kedua pembangunan transportasi
yang terkait keselamatan pejalan kaki”.
“Kami menyadari bahwa angka kecelakan jalan raya termasuk pejalan kaki, masih tinggi. Namun Jasa
Raharja tetap mempersiapkan segala sesuatunya terkait santunan bagi para korbankan kecelakan jalan
raya”, demikian penegasan Bagus dari Jasa Raharja.
Ricky Janus Mangapul Gultom dari Dinas Bina Marga menyampaikan, “Kami senantiasa memperbaiki
fasilitas dan infrastruktur kota terutama untuk lalu lintas pejalan yang aman, nyaman dan berkeselamatan.
Apabila ada fasilitas yang kurang memadai apalagi membahayakan keselamatan pejalan kaki, silakan
mengadukan ke kami bisa melalui aplikasi Jaki”.
Ulfi Puarada dari Global Youth Coalition, “Hendaknya para stakeholder terutama kalangan muda
dilibatkan pada proses perencanaan dan design pembangunan transportasi, sehingga terbangun fasilitas
yang inklusif bagi semua kalangan, terutama menjamin keselamatan pada pengguna jalan”.
Dengan diskusi publik ini terbangun kesepakatan untuk mendorong perencanaan, pembangunan dan
pengelolaan fasilitas jalan dan infrastruktur terkait secara terpadu yang mampu memberikan jaminan
keselamatan jalan, terutama bagi para pejalan kaki. Dengan demikian diharapkan mampu memperbaiki
indek fatalitas kecelakaan jalan.
(Reporter H.Ranto)