Metro24,SIDOARJO –Kisah pilu dialami pasangan Hasan Bisri dan Siti Nur Aini, warga Dusun Candi Pari RT 12 RW 5, Desa Candi Pari, Kecamatan Porong, Sidoarjo. Putri mereka, Hanania Fatin Majida yang baru berusia 2 tahun 10 bulan, meninggal dunia pada Selasa (4/6/2025) setelah menjalani perawatan di Klinik Siaga Medika Candi Pari.
Kronologi bermula saat Hanania mengalami demam dan dibawa ke klinik tersebut. Pada kunjungan pertama, ia hanya diberikan obat jalan. Namun dua hari berselang, demamnya kembali tinggi dan keluarga kembali membawa Hanania ke klinik. Saat itu, keluarga sempat ingin menggunakan Kartu Indonesia Sehat (KIS), namun ditolak dengan alasan kartu tersebut tidak aktif. Akhirnya, pasien harus menjalani perawatan dengan biaya pribadi.
Padahal, menurut keluarga, kondisi ekonomi mereka tergolong kurang mampu. Sang ayah hanya bekerja sebagai sopir, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga.
Selama lima hari dirawat, kondisi Hanania tidak membaik. Justru, keluhan baru muncul, di antaranya luka melepuh pada tangan yang dipasangi infus. Memasuki hari kelima dini hari, Hanania mengalami kejang-kejang. Keluarga meminta agar pasien segera dirujuk ke rumah sakit umum. Namun, pihak klinik disebut keberatan karena biaya perawatan sebesar Rp3.020.000 belum dilunasi.
“Setelah kami memaksa dan menjaminkan KK asli, akhirnya anak kami dirujuk. Tapi saat itu kondisinya sudah kritis. Di RSUD Sidoarjo hanya bertahan 12 jam, lalu meninggal dunia,” ungkap Siti Nur Aini, ibu korban.
Yang mengejutkan, ketika pasien masuk ke RSUD Sidoarjo, pihak rumah sakit menyatakan bahwa KIS milik Hanania ternyata masih aktif. Fakta ini membuat keluarga semakin mempertanyakan alasan penolakan KIS oleh pihak klinik sejak awal.
Menurut keterangan keluarga, kondisi Hanania saat tiba di RSUD Sidoarjo sangat memprihatinkan. Tubuhnya mengalami pembengkakan, membiru di sekujur badan, melepuh di tangan dan kaki, serta muncul bintik-bintik pada telapak kaki. Dokter yang menangani bahkan sudah tidak bisa banyak berbuat karena kondisi pasien terlanjur kritis.
Lebih memilukan lagi, meski Hanania telah meninggal dunia, pihak klinik disebut tetap menagih sisa biaya perawatan.
Awak media mencoba menghubungi pihak klinik melalui nomor telepon yang digunakan untuk penagihan. Penerima panggilan, seorang perempuan bernama Mbak Jihan, melempar konfirmasi ke dokter dan bagian administrasi yang sebelumnya piket. Namun, tidak ada jawaban tegas terkait perawatan maupun biaya yang ditagihkan.
Selain pihak klinik, awak media juga berupaya meminta keterangan kepada Nurhadi, Kepala Desa Candi Pari, melalui pesan WhatsApp maupun panggilan telepon. Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada jawaban maupun balasan yang diterima.
Pada Sabtu (23/8/2025), awak media sempat mendatangi kediaman keluarga korban. Namun, akses menuju lokasi klinik dan balai desa terhalang karena dipakai kegiatan gerak jalan peringatan HUT RI, sehingga upaya klarifikasi hanya dilakukan melalui sambungan telepon.
Kasus ini menimbulkan banyak pertanyaan mengenai standar pelayanan kesehatan, khususnya terkait penolakan penggunaan KIS yang ternyata masih aktif, keterlambatan rujukan, serta sikap pihak klinik yang disebut masih menagih biaya meski pasien sudah meninggal dunia. Hingga kini, klarifikasi resmi dari pihak Klinik Siaga Medika belum berhasil diperoleh.
(Redho)