Metro24, GRESIK – Undang undang Nomor 14 tahun 2025 perbaikan atas Undang undang Nomor 8 Tahun 2019 yang mengatur tentang Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh di Indonesia pada dasarnya dapat dibenarkan secara teori bahwa sebuah upaya pemerintah memperbaiki tata kelola penyelenggaraan Haji dan umroh lebih tertib transparan dan akuntable serta diharapkan akan dapat mendukung ekosistem ekonomi keagamaan.
Dalam wawancaranya kepada media Sabtu 25 Oktober 2025 Andi Fajar yang juga Direktur YLBH Fajar Trilaksana menyebutkan jika dilihat ketentuan pasal 86 UU No 14 tahun 2025 pada pokok intinya perjalanan ibadah umroh dapat dilakukan dengan tiga cara:
1. Melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU);
2. Umroh Secara mandiri
3. Atau melalui Kementerian yang khusus terkait penyelenggaraan.
Sedangkan pada pasal 87A yang mengatur persyaratan bagi pelaksanaan umroh mandiri adalah sebagai berikut:
1. Beragama Islam
2. Memiliki paspor Yang masih berlaku paling singkat 6 bulan sejak tanggal keberangkatan.
3. Memiliki tiket pesawat tujuan Arab Saudi dengan tanggal keberangkatan dan kepulangan yang jelas.
4. Memiliki Surat Keterangan Sehat dari dokter.
5. Memiliki Visa dan tanda bukti pembelian paket layanan dari penyedia layanan yang tercatat dalam sistem informasi Kementerian.
Andi Fajar menambahkan dari isi pasal 86 dan 87A tersebut maka jelas dan tegas pelaksanaan Umroh telah di buka jalan alternatif opsi mandiri.
“Sebenarnya pemerintah akan jauh lebih repot dan tambahan beban tersendiri terkait sistem pengawasanya, karena tentu tidak mudah adaptasi atau penyesuaian diberlakukan regulasi ini, justru ini dapat menimbulkan lemahnya kepastian hukum”tegas Andi Fajar
“Berbicara umroh mandiri maka legalitas dan risiko operasional seakan akan terlihat melegitimasi pelaksanan Umroh mandiri yang bisa dimaknai sebagai kemajuan kebebasan secara mandiiri untuk mengelola dan mengatur perjalanan umrohnya sendiri”,tambahnya
Lebih jauh Andi Fajar melihat jika disisi pihak pelaku industri Travel perjalanan Umroh dan Haji, mereka akan khawatir adanya kekacauan terhadap cara konseptual operasional, karena walaupun Arab Saudi sendiri telah membuka peluang untuk itu (umroh mandiri) maka praktek operasional tidak semudah yang di bayangkan. Artinya hal ini akan menjadi sebuah potensi tata kelola mandiri tanpa pengawasan yang melekat dari pihak pemerintah.
Sehingga resiko yang paling terdampak adalah para pelaku Industri umrah secara umum.
Dan potensi lain akan menjamurnya para pengepul pengepul Umroh pribadi yang akan mengelola umroh tanpa legalitas. Dijalankan lazimnya mengoordinir pribadi atau acara keluarga yang sangat potensi adanya peluang peluang perbuatan pemanfaatan keadaan dengan aksi penipuan berkedok perantara dan/atau para Pengepul liar.
Andi Fajar berharap pemerintah mampu memitigasi kondisi resiko atau dampak yang akan muncul kemudian, karena jelas disinilah kompleksitas pengawasan dan partisipasi publik sangat dibutuhkan.
“Maka apakah perlu review terhadap UU No 14 tahun 2025..? Maka ketika aturan akses kebebasan terbuka namun ternyata kepastian hukum justru menjadi lemah maka menjadi keniscayaan untuk dilakukan review itu”tutup Andi Fajar
(Redho)


















